Minggu, 09 September 2018

Wedding on Budget (?)

Alhamdulillah, bulan Syawal ini Allah jawab doa-doa saya dengan sebuah pernikahan indah nan khidmat. Setelah sebuah lamaran di akhir bulan Rajab yang sangat sederhana, akhirnya disepekati 5 Syawal 1438 H sebagai hari diselenggarakan akad nikah sekaligus walimah sederhana kami.

Saya tidak akan menceritakan bagaimana proses kami bertemu, karna kata suami, biarlah itu menjadi kisah kita sendiri, hehehe.

Tulisan ini dibuat gegara saya dan suami melihat sebuah postingan di Instagram tentang sepasang insan yang menikah dengan budget 50 juta lalu jadi viral. Ketika itu suami saya bilang, ‘Lihat, dik. Begini yang jadi viral. Pernikahan kita habis berapa, dik? 15 juta aja nggak nyampe, ya?’ saya mengangguk. Bahkan untuk 3 acara, akad nikah dan segala perintilannya, walimah di rumah saya, dan walimah di rumah suami cuma menghabiskan dana kurang dari 35 juta. Pantas saja kalo pak suami merasa aneh pernikahan dengan budget 50 juta jadi viral, hehe.

Sejak lamaran, kami sudah menyukai kesederhanaan. Dalam tradisi di lingkungan saya, lamaran ini mewah bener. Bawaannya buanyak, makanan yang dihidangkan juga buanyak, yang hadir juga buanyak, dan diceritakan sekaligus dipublish kesana kemari. Maka ketika itu suami berpesan, ‘Saya ingin khitbah ini rahasia. Karena sunnahnya begitu.’ Jadilah acara khitbah atau lamaran kami super simpel. Dari pihak suami memberikan kue-kue sederhana dan secukupnya. Keluarga kami juga menyiapkan makanan secukupnya, tidak terlalu banyak. Begitu pun yang hadir. Tidak banyak, tidak heboh. Menjaga supaya tetap jadi ‘rahasia’ meski tentu tidak bisa sepenuhnya rahasia. Tapi setidaknya kami berusaha tidak cerita kesana kemari. Tidak perlu posting di media sosial juga.

Selama dua bulan persiapan, jangan tanya soal gimana sibuknya nyari WO, cattering, jasa rias pengantin, jasa fotografer, de el el. Saya nggak pake semua itu. Baju pengantin dan perintilannya saya cari sendiri, keluar masuk mall dan butik. Sibuk wara wiri nyari penjahit yang bisa cepat dengan harga terjangkau. Masa-masa pencarian itu ada saksi hidupnya lho, hahaha. Baju akad saya beli gamis putih yang tampak pantas dipakai seorang pengantin dipadukan dengan pashmina putih satin silk dan dihiasi melati. Melati ini permintaan ibu saya. Biar ada bau-bau pengantin katanya, hehe.

Jasa cattering? Nggak pake! Alhamdulillah Allah karuniakan saya keluarga yang kompak. Maka segala kebutuhan jejamuan keluarga suami sampai tamu ditangani oleh Budhe dan Bulek saya. Kami juga nggak nyewa jasa fotografer. Kenapa? Karna kalo nyewa jasa fotografer membuka peluang yang lebih besar untuk kemudian upload foto-foto pernikahan di media sosial. Boro-boro, foto pake hp aja masih gatel ini tangan pengen upload ke medsos, hahaha. Alhamdulillah suami sabar ngingetin. Eh, saya tidak menyalahkan mereka yang mengupload foto pernikahan di medsos. Saya dan suami hanya berusaha menjaga diri saja J

Oh soal jasa rias pengantin? Nggak ada! Saya dandan sendiri, hehehe. Saya bukan orang yang pandai berdandan macam beuty vlogger itu. Perlengkapan make up saya pun standar aja. Tapi saya memberanikan diri dandan sendiri karena mencari jasa rias pengantin yang memperhatikan kaidah syar’i di lingkungan saya itu sulit. Pun ketika itu saya mikirnya, biar hemat aja lah. Bayar rias pengantin 500rb tapi saya maunya make up nya tipis, nggak usah cukur alis, nggak pake bulu mata palsu, kan rugi! Hehehe. Jadilah saya dandan sendiri. Meski 1-2 hari sebelum acara sebagian besar orang mempertanyakan “Beneran nih dandan sendiri?” tapi akhirnya semua bilang ‘cantik’ waktu liat hasil dandanan saya, hehehe. Iya, saya mah maunya gitu. Saya nggak mau keliatan cantik pake make up, saya mau keliatan cantik apa adanya saya. Wkwkwkwk, alesan! Maksudnya biar hemat.

Apalagi? Soal jasa dekor? Nggak ada! Nggak pake! Hehehe. Akad nikah saya di mushollah milik keluarga, para tamu walimah menyaksikan di dalam dan di pelataran mushollah. Walimah di rumah saya hanya mengundang bapak-bapak untuk diberi jejamuan sekaligus menyaksikan prosesi akad kemudian sudah. Ketika proses akad saya di dalam kamar, grogi sambil main hp, hehehe. Ditemenin ibu, adik, dan keluarga lain. Sekitar 2 jam, acara selesai lalu berkas-berkas yang perlu saya tanda tangani dibawa ke kamar tempat saya menunggu. Lalu saya keluar untuk menemui laki-laki yang sudah sah menjadi suami saya ketika para tamu sudah pulang. Trus sedikit foto-foto pake hp pura-pura tanda tangan berkas padahal udah di tanda tanganin, hehehe.

Empat hari sejak acara di rumah saya, digelarlah walimah di rumah suami. Nah acara walimah di rumah suami malah lebih sederhana. Saya dan suami memakai baju sepantasnya, hanya gamis warna mocca kombinasi hitam yang senada dengan kemeja suami. Lalu kami ikut sibuk menyambut tamu. Mempersilakan para tamu makan, ngobrol, lalu melepas para tamu yang berpamitan. Sudah, begitu saja. Tidak ada musik, tidak ada pelaminan, tidak ada kehebohan ini itu, tidak ada. Hanya begitu.

Lalu, ada yang komen “Itu kan acara sekali seumur hidup? Nggak apa lah dihebohin, biar ada kenangannya.” Justru karena sekali seumur hidup jangan sampai bikin kita menyesal karena menghalalkan apa yang diharamkan. Lalu, apakah acara pernikahan kami sempurna sesuai syari’at? Tentu tidak. Tapi kami berusaha sebisa mungkin mengikuti apa yang sudah disyari’atkan. Kalo kata suami, “siapa tau bisa jadi contoh, oh ada loh pernikahan yang seperti itu. Karena sebenarnya kalo mau ngikut syari’at, nikah itu murah.” Semoga bermanfaat J