BAGIAN
PERTAMA (Beriris-iris Asas Makna)
Makna
dari berkah adalah ats-tsubuut (tetap)
dan al-luzuum (terus melekat) (Dr.
Nashir ibn ‘Abdirrahman Al-Juda’i dalam At-Tabarruk
Anwa’uhu wa Ahkamuhu).
Lafazh
al-barku digunakan untuk
menggambarkan sekawanan unta yang menderum setelah minum di dekat wahah (telaga di tengah padang pasir).
Dengan demikian berkah adalah menetap dalam ketentraman, seperti unta yang
merasakan sejuk meski di sekitar panas bersengatan (Al-Khalil ibn Ahmad dalam
bidang ilmu nahwu).
Makna
turunan dari berkah:
-
An-namaa’ (berkembang)
-
Az-ziyaadah (bertambah)
-
As-sa’aadah (kebahagiaan). Kebahagiaan yang
berakarkan ketaatan, atas karunia bimbingan Allah dalam melaksanakan apa yang
diridhai-Nya
KEBAIKAN DALAM GENGGAMAN ALLAH
Dalam
hal ini dikisahkan dalam kisah Nabi Musa dan perkataan Umar ibn Al-Khattab.
Dalam kisah Nabi Musa ketika pergi ke negeri bernama Madyan, Nabi Musa
menyingkirkan batu di tepi mata air yang menyebabkan orang-orang yang hendak memberi
minum ternak menjadi berdesakan. Dengan sisa tenaga karena berjalan jauh dari
negerinya ke Madyan, ia mengangkat batu tersebut hingga mata air menjadi
lapang.
Nabi Musa tidak
menunggu orang-orang mengucap terima kasih melainkan ia beranjak dan duduk
menggeloso di bawah sebuh pohon. Lambungnya lapar, kemudian ia berdoa, “Rabbi innii lima anzalta ilayya min khairin
faqiir”. Duhai Pencipta, Pemelihara, Pemberi rizqi, Pengatur urusan, dan
Penguasaku; sesungguhnya aku terhadap apa yang Kauturunkan di antara kebaikan
amat memerlukan.
Nabi Musa mengajarkan
tiga hal penting dalam doanya, yaitu; hanya Allah yang layak disimpuhi
kedermawanan-Nya, adab berdoa, dan Allah Maha Mengetahui akan apa yang kita
butuhkan. Maka Nabi Musa tidak mengatakan, “Ya Allah, berikan padaku makanan.”
Dalam kalimat ‘Umar
ibn Al-Khattab, “Aku tak pernah mengkhawatirkan apakah doaku akan dikabulkan
sebab setiap kali Allah mengilhamkan hamba-Nya untuk berdoa, maka Dia sedang
berkehendak untuk memberi karunia. Yang aku khawatirkan adalah jika aku tidak
berdoa”.
Doa Nabi Yunus ketika
di dalam perut ikan pun mengajarkan kita akan kebesaran Allah. Betapa Nabi
Yunus tak meminta dikeluarkan dari perut ikan, melainkan ia mengakui sikapnya
yang keliru, sikapnya yang berbuat aniaya. Maka Nabi Yunus berdoa kepada Allah
yang kemudian diabadikan dalam surat Al-Anbiyaa’ : 87 “Laa ilaaha illaa Anta, subhanaKa, innii kuntu minazhzhaalimiin. Tiada
Ilah sesembahan haq selain Engkau. Maha Suci Engkau; sungguh aku termasuk orang
yang berbuat aniaya”
Doa Nabi Yunus amat
sederhana, tapi Allah menjawab dengan limpahan karunia yang membawa kejayaan.
Ia bukan hanya dikeluarkan dari perut ikan, ia bahkan tak perlu payah berenang
ke tepian karna ia didamparkan di hamparan tanah yang ditumbuhi tanaman sejenis
labu.
Nabi Ibrahim, khalilurrahman¸ pun mengajarkan hubungan
kita dengan Allah yang diabadikan dalam surat Asy-Syu’araa : 78 – 82, “Yaitu Rabb yang telah menciptaku, maka Dia
memberi petunjuk. Dan Dialah yang memberiku makan dan memberiku minum. Dan
apabila aku sakit, maka Dialah yang menyembuhkanku. Dan yang akan mematikanku
kemudian menghidupkanku kembali. Dan yang amat aku inginkan untuk mengampuni
kesalahanku pada Hari Pembalasan.”
“Yaitu Rabb yang telah menciptaku, maka Dia memberi petunjuk.”
BAGIAN
KEDUA (Bertumpuk-tumpuk Bahan Karya)
Seayat
Ilmu
“Ar-Rahmaan. Dia mengajarkan Al-Qur’an. Dia mencipta manusia. Dia
ajarkan pandai menyampaikan (al-bayaan)” QS.
Ar-Rahmaan: 1-4
Nabi SAW bersabda
yang dibawakan oleh Imam Ahmad dan At-Tirmidzi: “Terbagi hamba-hamba Allah
menjadi 4 golongan. Yang pertama, adalah hamba yang dilimpahi karunia ilmu dan
anugerah harta. Lalu dia bertaqwa pada Allah dengan ilmunya dan memperbuat
hartanya di jalan kebajikan hingga manfaat tertebar luas. Dialah sebaik-baik
hamba. Adapun yang kedua adalah hamba yang dilimpahi karunia ilmu tapi tak
dihuluri harta. Lalu dia bertaqwa pada Allah dengan ilmunya dan berbuat sejauh
kemampuannya sembari merintihkan doa, ‘Ya Allah, jika Kaulimpahi aku anugerah
harta seperti saudaraku si hamba pertama, maka aku akan memperbuatnya di jalan
kebajikan sebagaimana dia’. Kedua hamba ini pahalanya sama. Sedangkan yang
ketiga adalah hamba yang dilimpahi anugerah harta, tapi tiada karunia ilmu
baginya. Maka dia bertaqwa, dan mempergunakan hartanya di jalan sia-sia serta
perbuatan dosa. Jadilah dia seburuk-buruk hamba. Terakhir adalah yang keempat,
yakni hamba yang tiada baginya limpahan karunia ilmu maupun anugerah harta.
Tetapi setiap saat dia menggumamkan harap, ‘Ya Allah, seandainya Kaulimpahi aku
anugerah harta seperti temanku si hamba ketiga, maka aku pun akan memperbuat
maksiat sebagaimana dia’. Kedua hamba ini, timbangannya sama.
Di
lapis-lapis keberkahan, ilmu adalah pengikat kebajikan. Ketika ilmu akan
kebajikan dimiliki oleh seoarang hamba, maka ketidakberpunyaan pun dapat
menjadi kebajikan. Sedangkan jika ilmu telah meniada, maka ketidakberpunyaan
justru jalan menuju maksiat.
Syaikh
Muhammad Abu Zahrah merumuskan bahwa ilmu lebih baik dibanding harta sebagai
berikut:
1.
Ilmu adalah warisan para Rosul,
sedangkan harta dilungsurkan pada Fir’aun, Qarun, dan raja-raja.
2.
Ilmu menjaga pemiliknya, sedangkan
pemilik harta bersusah-payah menjaga hartanya.
3.
Jika ilmu menguasai harta, maka
mulialah keduanya. Sebaliknya jika harta menguasai ilmu, menjadi hinalah keduanya.
4.
Kekayaan akan berkurang jika
dibelanjakan, ilmu akan bertamba jika dibagikan.
5.
Ilmu setia menyertai pemiliknya
menuju kematian, kebangkitan, dan akhiratnya. Sedangkan harta tak mau ikut, ia
tinggal di dunia saja.
6.
Pemilik ilmu terhormat dan diperlukan
semua insan. Sedangkan harta hanya berguna dalam kebutuhan pada faqir dan
dhu’afa.
7.
Pemilik harta, akan bermunculan
musuh jahat dan kawan tak tulus. Sedangkan pemilik ilmu, berarti memperbanyak
saudara dan mengurangi seteru.
8.
Pemilik harta hanya digelari yang
baik-baik jika memberi. Sedangkan ahli ilmu digelari yang baik-baik sejak
belajar, terlebih ketika mengajar.
9.
Ketamakan pada ilmu memuliakan
mereka yang masih bodoh maupun cendekia. Sebaliknya tamak terhadap harta
menistakan yang masih miskin juga yang sudah kaya.
10. Pemilik harta akan rumit hisabnya. Pemilik ilmu akan mendapat kemudahan
dan syafa’at Nabi.
11. Kemuliaan pemilik harta ada pada pernak-pernik kekayaan yang terletak
di luar dirinya. Sedangkan keluhuran ahli ilmu adalah pengetahuan yang menyatu
bersama sosoknya.
12. Ibadah dan ketaatan pada Allah harus dilakukan dengan ilmu. Tapi banyak
kemaksiatan dan mungkar, dapat dilakukan dengan harta.
13. Agak sukar menemukan kemaksiatan yang ditujukan untuk memperoleh ilmu.
Sedangkan bertabur banyaknya dosa yang ditujukan demi mendapatkan harta.
14. Harta menyergapkan kesedihan sebelum mendapatkannya dan mencekamkan
kekhawatiran setelah memperolehnya. Sedangkan ilmu adalah kegembiraan dan
keamanan, kapanpun dan di manapun berada.
15. Mencintai ilmu adalah mata air kebajikan. Mencintai harta adalah sumber
keburukan.
16. Adam diciptakan lalu dibekali ilmu, dan bukannya harta.
17. Makhluq pertama yang Allah ciptakan adalah pena, wahyu pertama adalah
‘bacalah’, dan mukjizat utama Rasul-Nya adalah kitab-Nya.
18. Harta hanya bisa mulia dan memmbawa ke surga jika dimakmumkan kepada
ilmu. Sedangkan ilmu tak harus disertai harta untuk menjadikan pemiliknya
begitu.
19. Orang berharta dan berilmu yang berinfaq, pahalanya disamakan oleh Nabi
SAW dengan orang berilmu miskin yang baru berniat untuk itu.
20. Pemilik harta mudah dijangkiti kesombongan hingga mengaku tuhan.
Sedangkan para pemilik ilmu dikaruniai sifat takut kepada Allah dan rendah hati
terhadap semua insan.
“Seorang berilmu
belumlah beranjak dari kebodohan atas apa yang diilmuinya, hingga dia mengamalkannya”
(Fudhail ibn ‘Iyadh)
‘Abdullah ibn
Al-Mubarak menegaskan, “Tiap kali kubaca ayat tentang Ulul Albab di dalam Al-Qur’an, maka nama yang paling terbetik di
benak tentang sosok semacam itu adalah Abu Hanifah An-Nu’man”
Siapakah Ulul Albab?
Berikut beberapa ayat
yang menyebutkan Ulul Albab:
1. Ath-Thalaq : 10
2.
Yusuf : 111
3.
Ali Imran : 190-191
4.
Al-Baqarah : 269
5.
Ali Imran : 7
6.
Ibrahim : 52
7.
Al-Maa’idah : 100
8.
Az-Zumaar : 18
9.
Az-Zumaar : 9
10. Al-Waaqi’ah : 29
Dalam tafsir Ibn
Katsir dikatakan bahwa, “Maka Ulul Albab adalah
pemilik akal yang sempurna dan bersih, yang memahami hakikat berbagai hal
secara nyata dan benar, yang mengambil sikap secara jelas dan terang, serta
bertindak secara tepat dan bermanfaat. Mereka mempunyai yang berdzikir dan
berpikir, secara terus-menerus lagi mendalam.”
Ulul Albab adalah pemilik asas-asas kebajikan, yaitu
ilmu. Ialah pengetahuan hakiki yang membuat ahlinya kian mendekat kepada Sang
Pencipta dan kian mendatangkan manfaat pada sesama.
Sebuah syair yang
dinisbatkan kepada Imam Syafi’i menyebutkan tentang syarat meraih ilmu. “Duhai
saudaraku, takkan pernah kau mampu meraih ilmu kecuali dengan 6 hal;
kecerdasan, semangat, kesungguhan, pengorbanan, membersamai guru, dan
panjangnya waktu”
Dan sebuah syair Imam
Syafi’i juga menyebutkan tentang keutamaan meninggalkan maksiat agar ilmu Allah
merasuk ke dalam hati. “Kuadukan pada Imam Waqi’ tentang buruknya hafalan. Maka
dia arahkan aku untuk meninggalkan kemaksiatan. Nasihatnya, sungguh ilmu Allah
adalah cahaya. Dan cahaya Allah tak diberikan pada pendurhaka”. Maka dosa
adalah pengganggu daya pemahaman. Dan taqwa adalah kunci ketajaman akal. Dalam
surat Al-Baqarah ayat 282 Allah berfirman, “Dan bertaqwalah kepada Allah, dan
Allah akan mengajarkan ilmu kepada kalian.”
Salah satu adab dalam
meraih ilmu telah disebutkan Atha’ ibn Abi Rabah dan dicontohkan oleh Abu
Hanifah. Atha’ ibn Abi Rabah berpendirian, “Kusimak setiap ayat dalam ilmu dari
siapapun juga, seakan-akan aku belum pernah mendengarnya. Padahal aku telah
menghafalnya, jauh sebelum sang penyampai lahir.”
Abu Hanifah
menunjukkan adabanya dalam meraih ilmu ketika sedang bercukur. Betapa sang
tukang cukur lebih mengamalkan ilmu daripada Abu Hanifah. Sang tukang cukur tak
memungut biaya pada orang-orang yang bercukur (bagian dari manasik) karena hal
itu adalah ibadah, ia memulai mencukur dari sebelah kanan, ia menyarankan
kepada orang yang dicukur untuk bertakbir dan sholat dua raka’at sebelum
beranjak ke kendaraan. Sang tukang cukur mengetahui semua detail manasik
tersebut dari Atha’ ibn Abi Rabah.
Maka Atha’ ibn Abi
Rabah adalah seorang ‘Alim Rabbani. Ibn
Jarir Ath-Thabary merangkum penafsiran ‘Rabbani’ dalam Jami’ul Bayan ‘an Ta’wilil Ayil Quran, “Rabbani menggambarkan
setidaknya lima keadaan pada suatu sosok. Kelimanya: ‘alim, faqih, bashirun bis siyasah (mengerti politik), bashirun bit tadbir (mengerti
manajemen), al-qa’im bi syu’unir ra’iyah
li yushlihu umura dinihim wa dunyahum (giat menegakkan urusan-urusan
kerakyatan untuk memperbaiki perkara agama dan dunia mereka)”
Ilmu juga merupakan
penggamit hati. Hal ini telah dicontohkan oleh Habib ibn Surri An-Najjar, Ibn
Hajar Al-‘Asqalany, dan Khalid Muslim Az-Zanji. Dari Habib yang dibunuh
kaumnya, kita belajar cintalah gamitan qalbu sejati yang dibawa jauh sampai
sesudah mati. Dari Ibn Hajar yang membawakan hidayah, kita belajar tentang ilmu
mendalam yang disertai ruhani kokoh. Dari Muslim ibn Khalid Az-Zanji, kita
belajar kalimat menyengat dan mengubah arah sejarah.
Dalam lapis-lapis
keberkahan, orang-orang berilmu akan menghargai perbedaan pendapat. Karena Imam
Malik berujar ketika Harun Ar-Rasyid hendak menjadikan kitabnya Al-Muwaththa’ sebagai undang-undang
negara, “Wahai Amirul Mukminin, para sahabat Rasulullah bagaikan bintang
gemintang di langit. Mereka telah menyebar ke segala penjuru dunia. Ummat di
berbagai wilayah telah mengambil pemahaman dari mereka. menggiring rakyatmu
pada satu pendapat saja, hanya akan menimbulkan bencana.”
Seperti perbedaan
pendapat ‘Abdullah ibn ‘Abbas dan Zaid ibn Tsabit tentang penghitungan waris (al-faraidh).
Menurut Ibn ‘Abbas, bagian kakek sama dengan ayah kala dia tiada, dan adanya
kakek menghijab hak saudara. Sedangkan menurut Zaid (penulis wahyu kebanggaan
orang Anshar) kakek berkedudukan sama dengan saudara.
Namun ketika ada
kerabat Ibn ‘Abbas mengalami persoalan waris yang harus diselesaikan dengan
memilih pendapatnya atau pendapat Zaid, beliau justru mendatangkan Zaid ibn
Tsabit untuk dimintai fatwa dalam menyelesaikannya. Zaid pun datang dan beliau
memutuskannya menurut pendapat Ibn ‘Abbas, bukan pendapatnya.
Maka beginilah
seharusnya dalam perbedaan pendapat, tidak merasa diri yang paling benar, namun
yang paling benar dan solutif bagi permasalahan.
Setitis
Rizqi
Betapa
jarang kita mentafakkuri rizqi. Bahkan garam yang membuat makanan kita nikmat
di lidah adalah rizqi yang melewati perjalanan panjang sebelum sampai ke dapur
kita. Imam Al-Ghazali berpesan, “Boleh jadi kau tak tahu di mana rizqimu,
tetapi rizqimu tahu di mana dirimu. Jika ia ada di langit, Allah akan
memerintahkannya turun untuk mencurahimu. Jika ia ada di bumi, Allah akan
menyuruhnya muncul untuk menjumpaimu. Dan jika ia berada di lautan, Allah akan
menitahkannya timbul untuk menemuimu.”
Di lapis-lapis
keberkahan, ada keyakinan utuh yang harus ditanamkan, bahwa Allah Yang Mencipta,
Menjamin rizqi bagi hamba-Nya. Seperti Allah menjamin rizqi Maryam ketika
mengkhidmakan diri di Rumah Allah, seorang ahli ibadah di Mihrab Baitul Maqdis
seperti dijelaskan dalam QS. Ali-Imran ayat 37. Terdapat rizqi di sisi Maryam,
dan ketika ditanya dari mana datangnya rizqi tersebut? Maryam menjawab, “Ia
dari sisi Allah.
Pun ketika Maryam
tengah dalam keadaan berat dan sulit. Ketika kandungannya semakin besar dan
hampir mencapai waktu melahirkan. Allah menjamin rizqinya dengan
memerintahkannya menggoyang pohon kurma agar berguguran buahnya. Hal ini
dikisahkan dalam Al-Quran dengan indah dalam QS Maryam ayat 24-25.
Namun, sebanyak
apapun rizqi yang diterima oleh seorang hamba bergantung pada rasa saat
mendapatkannya. Seperti berbedanya rasa ketika menerima uang 100 juta dalam
amplop coklat rapi serta diiring senyum dan uang 100 juta receh yang dibungkus
dengan karung dengan bau tak sedap lalu dilemparkan ke hadapan kita dengan caci
maki. Betapa berbedanya. Maka di lapis-lapis keberkahan, soal rasa adalah
terjaganya kita dari dosa-dosa.
Ketahuilah bahwa
setiap kekayaan atau rizqi yang kita miliki, akan dihisab. Maka atas apa yang
kita nikmati di dunia, perlulah kita menyiapkan jawaban terbaik untuk
menghadapi pertanyaan-pertanyaan di akhirat kelak.
Imam Asy-Syafi’i
berkata, “Takkan sempurna kekayaan sampai kita memahami bahwa sedikitnya harta
justru adalah ringannya perhitungan di akhirat sana.” Pun rizqi ini seringkali
datangnya tak terduga. Seperti termaktub dalam QS. Ath-Thalaq ayat 2-3: “Barang
siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar
baginya dan memberinya rizqi dari arah yang tiada disangka-sangkanya”.
Maka dalam tafsir Ibn
Katsir mencatat, “Maknanya, barang siapa yang bertaqwa kepada Allah dengan
melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya,
niscaya Dia akan memberinya jalan keluar dari kebuntuan serta mengaruniakan
rizqi dari arah yang tidak terduga-duga, yakni dari arah yang tidak terlintas
dalam benaknya.”
Karunia Allah itu datang,
dari jalan yang tak disangka-sangka, di tempat yang tak terduga-duga. Setelah
mengihsankan amal dan menyempurnakan ikhtiyar, serahkan hal selanjutnya kepada
Allah dengan sepenuh iman. Dia lebih tahu di mana tempat terbaik, kapan saat
terbaik, dan bagaimana cara terbaik.
Seperti telah
dituliskan di awal tadi bahwa rizqi adalah ketetapan. Maka kemudian ada
beberapa orang malas yang berkata, “Lalu buat apa bekerja kalau rizqi sudah
ditetapkan?”
Maka kalimat ‘Umar
ketika menghardik seorang pemuda kuat dan segar badannya yang menggantungkan
kebutuhan hidupnya dari pemberian dan belas kasihan orang lain. ‘Umar
menghardik keras, “Pergilah! Dan bekerjalah di kebun milik ‘Umar! Sungguh, demi
Allah, kau telah membebani manusia dengan berharap-harap kepada mereka. Wahai
hamba-hamba Allah, bekerjalah! Karena sesungguhnya anugerah Allah tidaklah
diperoleh dengan duduk dan bermalas-malasan disertai berharap-harap pada
pemberian sesama insan.”
Justru sebab rizqi
kita telah dijaminkan, maka makna kerja kita adalah pengabdian seutuhnya kepada
Allah SWT.
“Sesungguhnya Allah
cinta kepada hamba yang berkarya dan ‘itqan
(tekun-terampil). Barang siapa bersusah-payah mencari nafkah untuk
keluarganya, maka dia serupa dengan seorang yang berjuang di jalan Allah.” (HR.
Ahmad)
Dari segala cara kita
menjemput rizqi, maka halal adalah akar prasyarat dari semua kebajikan.
‘Abdullah ibn ‘Umar ra berkata, “Demia Allah, memastikan halalnya satu suapan
ke mulutku, lebih aku sukai daripada bershadaqah seribu dinar.”
Nabi SAW begitu tegas
dalam hal ini, seperti yang dicontohkan beliau ketika mengeluarkan kurma yang
dimakan Hasan ibn ‘Ali. Beliau bersabda, “Tidak tahukah kau, Bocah. Boleh jadi
kurma yang kaumasukkan ke mulutmu tadi adalah bagian dari kurma zakat. Dan
tahukah kau, Bocah, bahwa keluarga kita dilarang makan apapun dari shadaqah?”
Tentang kehalalan ini
juga Rasulullah tegaskan ketika Sa’d ibn Abi Waqqash menyiapkan air wudhu nabi
saat ia sedang bertugas menjaga Nabi SAW. Rasulullah bersabda, "Mintalah
sesuatu padaku, hai Sa’d, aku akan memohonkannya kepada Allah untukmu.” Sa’d
menjawab dengan santun, “Mintakanlah pada Allah, ya Rasulullah, agar doaku
mustajab!”
Rasulullah bersabda
menjawab pinta Sa’d yang cerdas, “Bantulah aku hai Sa’d, dengan memperbaiki
makananmu.” Maka soal makanan halal ini diperintahkan dengan jelas dalam firman
Allah QS Mu’minuun ayat 51, Al-Baqarah ayat 168, dan Al-Baqarah ayat 172.
Asupan halal adalah
pelembut hati yang paling mula-mula. Imam Ahmad berujar, “Lembutkanlah hati
kalian, dengan hanya mengasup makanan yang halal.”
“Hati yang seperti
ini,” ujar Ibn Qayyim Al-Jauziyah dalam Ath-Thibbun
Nabawi, “akan mudah mengingat Allah, sebab padanya tumbuh khasyah, rasa takut pada-Nya.”
Rasulullah bersabda
kepada menantunya ‘Ali ibn Abi Thalib, “Wahai ‘Ali, orang yang mengasup makanan
halal, agamanya akan bersih, hatinya akan lembut, dan doanya tidak ada
penghalang. Barang siapa yang mengasup makanan syubhat, agamanya menjadi
samar-samar dan hatinya menjadi kelam. Dan barang siapa yang mengasup makanan
haram, maka hatinya akan mati, agamanya menjadi goyah, keyakinannya melemah,
dan ibadahnya semakin berkurang.”
Segerak
Amal
Pada iman
di lapis-lapis keberkahan; amal-lah yang membuat kita menjulang, menggapai
cakrawala luas, dan mampu memberi naungan dengan rimbun daun-daun. Amal-lah
yang dilihat dan berharga di sisi Allah, Rasul-Nya dan para peyakin sejati.
Amal-lah yang mengantarkan keyakinan kita menggapai tempat di dekat ‘Arsyi-Nya
yang mulia. Amal-lah yang melonjakkan pinta dan doa kita ke haribaan-Nya.
Berapa
banyak ayat Al-Quran yang berbicara tentang ibadah dan selalu dipungkas dengan
kalimat “agar kalian bertaqwa”. Maka semua ibadah yang kita persembahkan kepada
Rabb semesta alam sejatinya akan kembali kepada kita. Agar kita bertaqwa.
‘Umar
ibn Al-Khattab bertanya kepada pada guru Al-Quran, ‘Ubay ibn Ka’b. “Terangkan
padaku apa itu taqwa?!” Lalu ‘Ubay ibn Ka’b bertanya, “Pernahkah engkau, wahai
Amiral Mukminin, melewati jalan yang remang penuh duri?”.
‘Umar menjawab, “Ya”.
“Maka
apa yang engkau lakukan?”
“Aku
berhati-hati.”
“Demikian
itulah taqwa,” pungkas ‘Ubay.
Dr.
‘Abdullah Nashih ‘Ulwan dalam Ruhaniyatud
Da’iyah menyarikan Ihya’ ‘Ulumuddin karya
Imam Al-Ghazali, merumuskan daur taqwa ke dalam 5 langkah:
1.
Mu’ahadah (mengingat janji kehambaan)
Dalam
QS Al-A’raaf ayat 172 berfirman, “’Bukankah Aku ini Rabb kalian?’ Mereka
berkata, ‘Benar, kami bersaksi atas itu’”
Imam
Ibn Katsir menafsirkan, “Allah memberitahukan bahwa Dialah yang mencipta dan
mengeluarkan anak keturunan Adam dari sulbi para ayahnya, dari kurun ke kurun,
dalam keadaan bersaksi atas dirinya sendiri tentang keesaan Allah sebagai Rabb
Yang Menguasai mereka dan dengan demikian tidak ada Ilah yang berhak diibadahi
selain Dia”.
Maka sungguh asas pertama agar kita mampu menghamba
menyambung taqwa adalah terus menjaga ikatan perjanjian dengan Dzat yang telah
Mencipta dan Memiliki, Memelihara dan Mengaruniai Rizqi, Mengaur urusan dan
Meminta pertanggungjawaban.
2.
Muraqabah (merasakan pengawasan Allah yang
senantiasa melekat di setiap saat)
Setelah memahami bahwa diri telah
berjanji tak ada pengikat yang lebih kuat agar kita selalu dalam keadaan yang
diridhai, selain perasaan bahwa diri ini senantiasa diawasi. Di lapis-lapis
keberkahan, muraqabah mengantar kita
pada kewaspadaan. Sebab hidup kita adalah ibadah dan kehambaan. Ia kita
ihsankan dengan seakan-akan senantiasa melihat-Nya. Jikapun kita tak mampu
melihatnya, maka kita yakin bahwa Dia senantiasa melihat kita, tanpa henti dan
tanpa jeda.
3.
Muhasabah
Muhasabah
diterangkan dalam QS Al-Hasyr ayat 18 kemudian
dipungkas ayat ini dengan kalimat “Allah Maha Mengetahui terhadap segala yang
kalian kerjakan.”
Bermuhasabah di lapis-lapis keberkahan,
akan membuat kita tercengang bahwa amalan kita memang hanyalah setetes air
dibanding lautan nikmat-Nya. Akan membuat kita tersentak bahwa dosa-dosa kita
lebih menggunung dibanding segala capaian yang membuat diri berbangga. Akan
membuat kita tertegun bahwa sungguh yang kita persiapkan untuk akhirat sama
sekali belum seberapa.
“Siapa yang menyaksikan pada dirinya
ada keadaan lemah, maka dia akan mencapai istiqamah. Maka teruslah
bermuhasabah, untuk melihat betapa lemah dan faqirnya dirimu. Dengan begitu,
kau akan berada dalam keadaan istiqamah selalu.”
4.
Mu’aqabah
Imam Al-Ghazali mengusulkan Mu’aqabah bagi diri yang gagal dan jiwa
yang kalah oleh hawa nafsu. “Diri yang merasa sempuran takkan dapat mengenali
jalan menuju kebaikannya. Sebab dia memang tak merasa perlu berbenah. Diri yang
bermuhasabah, juga baru terbukti imannya jika dia merasa berbahagia dengan
ketaatannya dan merasa berduka atas maksiatnya. Diri yang bermuhasabah juga
seyogyanya menghukum pribadinya jika berdosa, sebagai tanda sesal paling nyata,
agar kelak Allah mengampuninya. Inilah mu’aqabah.”
Demikian tutur beliau.
Bentuk paling baik dari mu’aqabah adalah sebagaimana yang
Rasulullah sabdakan pada Abu Dzarr ra: “Bertaqwalah kepada Allah di mana pun
kau berada. Susuli setiap keburukan yang terlanjur kaulakukan dengan kebaikan
supaya dapat menebusnya. Dan bergaullah pada manusia dengan akhlaq yang mulia”
(HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ad-Darimi)
5.
Mujahadah (kesungguhan untuk mengerahkan
segenap yang ada pada diri, demi meraih taqwa hati)
“Dan orang-orang yang bersungguh
jihadnya dalam memenuhi perintah Kami, pasti akan Kami tunjukkan padanya
jalan-jalan Kami” (QS. Al-‘Ankabuut: 69)
“Amal yang paling baik dan dicintai
oleh Allah adalah yang paling sinambung meskipun ia sedikit” (HR. Ahmad &
Muslim)
Di lapis-lapis keberkahan, kesungguhan
diperlukan untuk mencapai apa-apa yang belum dicapai dari muhasabah dan mu’aqabah. Sebab
dengan kesungguhan untuk melakukan apa yang kita mampu, Allah akan
menghadiahkan kemampuan untuk melaksanakan hal-hal yang kini belum kita
sanggupi.
Di lapis-lapis keberkahan, tak cukup hanya
beramal shalih saja, tapi haruslah amal shalih itu diridhai Allah. Tak cukup
hanya amal shalih yang diridhai-Nya, tapi mohonlah juga agar Allah menjadikan
kita sebagai hamba-Nya yang shalih.
“Tanda diterimanya amal hamba di sisi Allah
adalah ketika satu ketaatan menuntunnya pada ketaatan yang lebih baik lagi.
Adapun tanda ditolaknya amal seorang hamba adalah ketika ketaatan disusuli
dengan kemaksiatan. Dia tak tercegah darinya. Dan tanda diterimanya taubat
seorang hamba adalah jika kekeliruan lalunya tak diulang dan dia terus sibuk
berketaatan. Kebaikan sesudah keburukan akan menghapus yang jelek itu. Dan hal
yang lebih baik sesudah kebaikan mengantar pada ridha-Nya.” Demikian Imam Ibn
Rajab Al-Hanbali menjelaskan.
ASSALAMUALAIKUM SAYA INGIN BERBAGI CARA SUKSES SAYA NGURUS IJAZAH saya atas nama KUSUMA asal dari jawa timur sedikit saya ingin berbagi cerita masalah pengurusan ijazah saya yang kemarin hilang mulai dari ijazah SD sampai SMA, tapi alhamdulillah untung saja ada salah satu keluarga saya yang bekerja di salah satu dinas kabupaten di wilayah jawa timur dia memberikan petunjuk cara mengurus ijazah saya yang hilang, dia memberikan no hp BPK DR SUTANTO S.H, M.A beliau selaku kepala biro umum di kantor kemendikbud pusat jakarta nomor hp beliau 0823-5240-6469, alhamdulillah beliau betul betul bisa ngurusin masalah ijazah saya, alhamdulillah setelah saya tlp beliau di nomor hp 0823-5240-6469, saya di beri petunjuk untuk mempersiap'kan berkas yang di butuh'kan sama beliau dan hari itu juga saya langsun email berkas'nya dan saya juga langsun selesai'kan ADM'nya 50% dan sisa'nya langsun saya selesai'kan juga setelah ijazah saya sudah ke terima, alhamdulillah proses'nya sangat cepat hanya dalam 1 minggu berkas ijazah saya sudah ke terima.....alhamdulillah terima kasih kpd bpk DR SUTANTO S.H,M.A berkat bantuan bpk lamaran kerja saya sudah di terima, bagi saudara/i yang lagi bermasalah malah ijazah silah'kan hub beliau semoga beliau bisa bantu, dan ternyata juga beliau bisa bantu dengan menu di bawah ini wassalam.....
BalasHapus1. Beliau bisa membantu anda yang kesulitan :
– Ingin kuliah tapi gak ada waktu karena terbentur jam kerja
– Ijazah hilang, rusak, dicuri, kebakaran dan kecelakaan faktor lain, dll.
– Drop out takut dimarahin ortu
– IPK jelek, ingin dibagusin
– Biaya kuliah tinggi tapi ingin cepat kerja
– Ijazah ditahan perusahaan tetapi ingin pindah ke perusahaan lain
– Dll.
2. PRODUK KAMI
Semua ijazah DIPLOMA (D1,D2,D3) S/D
SARJANA (S1, S2)..
Hampir semua perguruan tinggi kami punya
data basenya.
UNIVERSITAS TARUMA NEGARA UNIVERSITAS MERCUBUANA
UNIVERSITAS GAJAH MADA UNIVERSITAS ATMA JAYA
UNIVERSITAS PANCASILA UNIVERSITAS MOETOPO
UNIVERSITAS TERBUKA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
UNIVERSITAS TRISAKTI UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
UNIVERSITAS BUDI LIHUR ASMI
UNIVERSITAS ILMUKOMPUTER UNIVERSITAS DIPONOGORO
AKADEMI BAHASA ASING BINA SARANA INFORMATIKA
UPN VETERAN AKADEMI PARIWISATA INDONESIA
INSTITUT TEKHNOLOGI SERPONG STIE YPKP
STIE SUKABUMI YAI
ISTN STIE PERBANAS
LIA / TOEFEL STIMIK SWADHARMA
STIMIK UKRIDA
UNIVERSITAS NASIONAL UNIVERSITAS JAKARTA
UNIVERSITAS BUNG KARNO UNIVERSITAS PADJAJARAN
UNIVERSITAS BOROBUDUR UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH UNIVERSITAS BATAM
UNIVERSITAS SAHID DLL
3. DATA YANG DI BUTUHKAN
Persyaratan untuk ijazah :
1. Nama
2. Tempat & tgl lahir
3. foto ukuran 4 x 6 (bebas, rapi, dan usahakan berjas),semua data discan dan di email ke alamat email bpk sutantokemendikbud@gmail.com
4. IPK yang di inginkan
5. universitas yang di inginkan
6. Jurusan yang di inginkan
7. Tahun kelulusan yang di inginkan
8. Nama dan alamat lengkap, serta no. telphone untuk pengiriman dokumen
9. Di kirim ke alamat email: sutantokemendikbud@gmail.com berkas akan di tindak lanjuti akan setelah pembayaran 50% masuk
10. Pembayaran lewat Transfer ke Rekening MANDIRI, BNI, BRI,
11. PENGIRIMAN Dokumen Via JNE
4. Biaya – Biaya
• SD = Rp. 1.500.000
• SMP = Rp. 2.000.000
• SMA = Rp. 3.000.000
• D3 = 6.000.000
• S1 = 7.500.000(TERGANTUN UNIVERSITAS)
• S2 = 12.000.000(TERGANTUN UNIVERSITAS)
• S3 / Doktoral Rp. 24.000.000
(kampus terkenal – wajib ikut kuliah beberapa bulan)
• D3 Kebidanan / keperawatan Rp. 8.500.000
(minimal sudah pernah kuliah di jurusan tersebut hingga semester 4)
• Pindah jurusan/profesi dari Bidan/Perawat ke Dokter. Rp. 32.000.000