Minggu, 24 Februari 2019

NHW #4 Mendidik Dengan Kekuatan Fitrah





a.   Mari kita lihat kembali Nice Homework #1 , apakah sampai hari ini anda tetap memilih jurusan ilmu tersebut di Universitas Kehidupan ini? Atau setelah merenung beberapa minggu ini, anda ingin mengubah jurusan ilmu yang akan dikuasai?
Setelah merenung cukup lama dan menelaah kembali NHW #1 yang sudah saya kerjakan akhirnya saya menyadari bahwa ilmu syukur itu terlalu umum dan bisa berkaitan dengan segala aspek kehidupan. Karena setiap inchi kehidupan kita sangat memerlukan sikap syukur. Maka, saya simpulkan saya ingin mempelajari satu ilmu secara jangka panjang yaitu ilmu parenting nabawiyah. Ya, gak sekedar parenting. Saya ingin meniru bagaimana metode pendidikan anak yang diajarkan dalam Al-Quran, dicontohkan oleh para Nabi dan Rosul serta orang-orang shalih terdahulu.
Sebenarnya ilmu ini menjadi salah satu yang ingin saya pelajari dan jabarkan di NHW #1. Tapi ketika pilihan jatuh pada ilmu syukur karena menurut saya lebih syumul. Dan benar saja, karena terlalu umum jadi sedikit membingungkan.hehe

b.   Mari kita lihat Nice Homework #2, sudahkah kita belajar konsisten untuk mengisi checklist harian kita? Checklist ini sebagai sarana kita untuk senantiasa terpicu “memantaskan diri” setiap saat. Latih dengan keras diri anda, agar lingkungan sekitar menjadi lunak terhadap diri kita.
Checklist ini belum betul-betul 100% saya kerjakan. Tapi Alhamdulillah, pak suami mendukung penuh checklist yang saya buat dan seringkali menjadi pengingat. Membuat saya buru-buru menata kembali niat untuk selalu memantaskan diri. Setelah dibaca ulang saat ini, ada beberapa hal yang perlu direvisi dari checklist indikator profesionalisme perempuan yang sudah saya buat.

c.   Baca dan renungkan kembali Nice Homework #3, apakah sudah terbayang apa kira-kira maksud Allah menciptakan kita di muka bumi ini? Kalau sudah, maka tetapkan bidang yang akan kita kuasai, sehingga peran hidup anda akan makin terlihat.
Pengalaman hidup yang cukup pahit pernah membuat saya berada di titik terendah. Merasa ‘buat apa lagi aku hidup? Toh, mati pun takkan ada yang menangisi jenazahku.’
Serius! Saya pernah berpikir untuk mengakhiri hidup. Ini bodohnya saya. Ketika itu sama sekali tak terpikir bahwa tentu Allah memiliki maksud kenapa saya masih hidup hingga hari ini. Kalau Allah mau, tentu saya berbalut tanah hari ini. Tapi Allah masih beri saya hidup, maka pasti ada maksud atas diciptakannya diri ini.
Saya senang berbagi. Terutama berbagi ilmu dan berbagi pundak bagi sesiapa yang diliputi masalah. Ketika ada orang lain yang memilih saya untuk menjadi teman curhatnya, saya senang. Bukan karena saya senang di atas penderitaan orang lain. Tapi karena dengan begitu saya bisa menebar kebermanfaatan. Apa yang saya ketahui, pengalaman-pengalaman saya mungkin bisa jadi solusi untuk orang lain. Selain itu, ketika ada orang lain yang terketuk hatinya untuk berbuat baik, atau berubah perilakunya, atau sedikitnya menambah pengetahuan orang lain dari tulisan saya, rasanya senang sekali. Tapi saya sadar, bahwa menebar benih kebermanfaatan di luar haruslah dimulai dari dalam rumah terlebih dahulu. Bagaimana bisa menebar kebermanfaatan jika pondasi di dalam rumah masih goyah? Maka pondasi rumah tangga haruslah kokoh terlebih dahulu.
Misi hidup: menjadi partner suami membentuk peradaban dari dalam rumah untuk menebar kebermanfaatan di luar rumah
Bidang: pernikahan dan parenting nabawiyah
Peran: edukator dan influencer

d.   Setelah menemukan 3 hal tersebut, susunlah ilmu-ilmu apa saja yang diperlukan untuk menjalankan misi hidup tersebut.
Setelah menentukan 3 hal di atas, berikut ilmu-ilmu yang menurut saya sangat diperlukan untuk menjalankan misi.
1)      Ilmu parenting: termasuk di dalamnya mempelajari sirah nabawiyah dan sirah sahabat sebagai landasan pendidikan anak.
2)      Ilmu manajemen diri dan keluarga
3)      Ilmu kebidanan: Latar bidang pendidikan saya yang seorang bidan erat sekali kaitannya dengan ilmu parenting. Betapa pendidikan anak itu seharusnya dimulai sejak sebelum si anak lahir. Maka, saya juga ingin mendalami lebih dalam lagi bidang keilmuan saya ini terutama seputar tumbuh kembang anak.
4)      Ilmu kepenulisan: saya ingin menjadi penulis profesional sehingga kebermanfaatan tidak hanya dapat ditebar di sekitar saya, tapi jauh hingga menjangkau berbagai pelosok. Selain itu, dengan menulis mampu menjadi amal jariyah kelak ketika tubuh ini sudah dikandung tanah.
5)      Ilmu komunikasi: menurut saya ini penting sekali sebagai bekal menjadi seorang edukator dan influencer

e.   Tetapkan Milestone untuk memandu setiap perjalanan anda menjalankan.
Saya menetapkan KM 0 saya pada saat ini, saat saya berusia 26 tahun. Kemudian berikut milestone yang saya tetapkan:
1)      KM 0 – KM 1 (tahun 1) : menguasai ilmu parenting
2)      KM 1 – KM 2 (tahun 2) : menguasai ilmu manajemen diri dan keluarga
3)      KM 2 – KM 3 (tahun 3) : menguasai ilmu kebidanan khusus tumbuh kembang anak (sedang atau telah menyelesaikan studi S2 Kebidanan)
4)      KM 3 – KM 4 (tahun 4) : menguasai ilmu kepenulisan
5)      KM 4 – KM 5 (tahun 5) : menguasai ilmu komunikasi

Minggu, 03 Februari 2019

NHW #1 Matrikulasi IIP #7

Akhirnya, setelah melewati tujuh purnama sempat juga nyelesaikan NHW ini. Hehehe, lebay. Jadi, merenungi pertanyaannya sebenarnya udah lama. Udah lama juga dapat jawaban, meski jawabannya gonta ganti sampe dapat yang ini, hehehe. Tapi eh tapi nulisnya ini yang baru sempat detik-detik menjelang tenggat waktu pengumpulan NHW. Huhuhu... Semoga ke depannya bisa lebih baik. Aamiin…

Ini dia NHW-nya

Owkey, bismillah... Ini jawaban saya dari nice homework a.k.a NHW pekan pertama di matrikulasi IIP batch 7.



1.    Jurusan ilmu yang ingin ditekuni
Ada banyaaaak sekali ilmu yang ingin saya tekuni di universitas kehidupan ini. Karna memang sejatinya hidup adalah never ending learning. Eh bener ndak ya istilahnya? Hehehe, ya intinya begitulah. Tapi ada satu ilmu yang ingin saya tekuni, yang menurut saya sangat berkaitan dengan perilaku positif lainnya, yaitu ilmu syukur.

2.    Alasan terkuat
Tentang rasa syukur, ayat Al-Qur’an dan hadits sudah banyak sekali menyebut-nyebutnya. Salah satu ayat yang sangat populer adalah…
Dan (ingatlah) ketika Rabbmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat. [Q.S Ibrahim: 7]
Rasa syukur menjadi jawaban, penenang, penyejuk hati di kala kecewa dan terluka. Betapa dengan rasa syukur segala hal yang terjadi dalam hidup, seberat apapun, sepahit apapun akan terasa ringan. Akan terasa nikmat. Akan tampak segala hikmah di balik suatu kejadian. Karena hati meyakini bahwa apa-apa yang menimpa diri tak lain karena kehendak-Nya. Maka ketenangan yang menyelinap dalam hati adalah sebentuk nikmat yang Allah janjikan bagi hamba yang bersyukur. Tak ada lagi iri melihat hidup orang lain yang lebih kaya, lebih sukses, lebih beruntung, dan lebih-lebih lainnya.

3.    Strategi menuntut ilmu
Tentang ilmu syukur, rasanya tak ada cara terbaik dalam mempelajarinya selain learning by doing. Menerapkan rasa syukur dalam bentuk sekecil apapun. Misal, senantiasa mengucapkan ‘alhamdulillah’ untuk setiap keadaan baik atau buruk sekalipun.
Menimba ilmu syukur dari siapa saja. Terkadang contoh rasa syukur ini datang dari siapa saja, bahkan dari seorang anak kecil sekalipun. Maka, senantiasa mengosongkan gelas agar ilmu baru dapat masuk ke dalam gelas tersebut menjadi strategi yang menurut saya perlu diterapkan.

4.    Perubahan sikap
-        Perbaiki niat
Dalam menuntut ilmu apapun, maka niat untuk meraih ridho Allah haruslah senantiasa ditanamkan dalam hati. Selain itu, setiap ilmu yang dipelajari hendaknya diniatkan untuk diamalkan, bukan semata supaya tahu saja. Begitu juga tentang ilmu syukur ini.
-        Fokus pada kelebihan diri.
Seringkali yang membuat saya lupa bersyukur adalah karena saya selalu merasa kurang. Saya selalu melihat pada kelebihan orang lain hingga sibuk merutuki kekurangan dalam diri. Maka fokus pada kelebihan dan segala apa yang sudah Allah beri menjadi salah satu perubahan sikap yang sangat diperlukan.
-        Menghilangkan sikap merasa sudah tahu.
Ah, ini juga diperbaiki. Tanpa sadar, sikap merasa sudah tahu kadang muncul saat mendengar suatu ilmu disampaikan. Terlebih ilmu syukur yang teorinya banyak sekali orang tahu tapi realisasinya sangat sedikit yang mampu.
-        Tidak merasa lebih baik dari orang lain
Ketika diri mendapat ilmu baru, semisal dalam hal ini hati menjadi semakin mudah bersyukur, penyakit lain yang bisa saja muncul adalah merasa lebih baik dari orang lain. Maka sejak awal penyakit ini harus senantiasa diperangi.


5.  Indikator sukses
Indikator sukses terpenting dalam ilmu syukur adalah penerapannya. Realisasinya dalam tingkah dan laku sehari-hari. Maka indikator pertama dan paling utama dalam menuntut ilmu syukur ini adalah mampu menerapkannya dalam berbagai keadaan. Seburuk apapun keadaan yang tengah menimpa. Indikator lainnya adalah…
-       Senantiasa berterima kasih pada orang lain. Sekecil apapun bantuan, pemberian, atau kebaikan apapun yang orang lain lakukan.
-        Mampu memahami tanda-tanda kekuasaan Allah
Nah, salah satu ‘imbalan’ bagi hamba yang bersyukur adalah ditambahnya nikmat. Menurut saya, nikmat yang luar biasa dari Allah ini tidak akan tampak jika kita tidak mampu memahami tanda-tanda kekuasaan Allah di muka bumi.
-        Selalu merasa cukup dengan pemberian Allah
Perasaan cukup ini akan menimbulkan ketenangan dalam hati hingga tidak hirau dengan perkara duniawi.
-        Meningkatkan ibadah atau amalan yaumiyah sebagai bentuk syukur kepada Allah.