Senin, 23 April 2018

Jadi, Bidan tuh Siapa?





            Halo para bidan dan calon bidan seantero Indonesia, apa jawaban kalian jika ada pertanyaan seperti itu? Lalu apa jawaban kalian jika ada pertanyaan, apa bedanya bidan dengan perawat maternitas, dokter, dan dokter SpOG?
            Dulu, saat pertama kali masuk D3 kebidanan saya bisa menjawab dengan teoritis bahwa bidan begini, perawat begitu, dan dokter begindang. Tapi, makin lama justru makin bingung karena di lapangan perbedaannya agak nggak jelas. Terutama soal penatalaksanaan ke pasien. Tatalaksana dokter ngasi obat, eh bidannya juga. Jadi fungsi bidan sebenarnya sama kayak dokter ato enggak?
            Bertahun-tahun sekolah dan beberapa bulan sempat kerja di salah satu Puskesmas di Situbondo, akhirnya ada secercah jawaban.
            Mahasiswa bidan mana sih yang nggak tahu kalo sasaran bidan itu adalah wanita dalam semua siklus kehidupannya yang merupakan makhluk bio-psiko-sosio-kultural-spiritual? Tapi, sepertinya konsep kebidanan itu hanya lewat aja. Sekedar dihapalin buat dijawab waktu ujian. Makna sebenarnya tidak benar-benar dipahami dengan baik (bukan berarti saya udah paham banget).
            Beberapa bulan lalu saya memulai pendidikan profesi bidan dan saat saya menulis ini, saya sudah memasuki stase terakhir, rotasi terakhir. Udah sebulan lagi bakal berakhir. Alhamdulillah. Ketika awal-awal saya memulai profesi, konsep mengenai fungsi bidan itu belum tertanam dengan baik. Hasilnya, saya seringkali bingung dan kurang komprehensif dalam memberikan asuhan kebidanan. Ingat, asuhan kebidanan tidak sama dengan asuhan keperawatan terlebih asuhan kedokteran.
            Beberapa bulan berlalu, justru ketika sudah melewati stase fisiologis, di mana kita mulai dihadapkan dengan kasus patologis tapi harus tetap menonjolkan asuhan kebidanannya saya mulai menemukan sebuah kebenaran tentang profesi ini (duilee, lebay amat) Yah intinya saya mulai sedikit paham, siapa sih sebenarnya bidan itu? Apa sih sebenernya fungsi bidan itu? Terlebih ketika pre conference atau post conference dengan dosen, makin disadari bahwa bidan itu nggak sekedar melaksanakan advis dokter, nggak sekedar skrining faktor risiko, nggak sekedar mengikuti SOP yang ada.
            You know what? Bidan itu harusnya memaksimalkan fungsi fisiologis seseorang. Semaksimal mungkin. Seringkali kita memberikan asuhan berdasarkan faktor risiko. Oh, kalo ibu hamil begini risikonya akan begini. Kalo bayi begitu, risikonya akan begitu. Maka jadilah pasien kita sepanjang kehamilannya was-was terus. Sepanjang masa nifasnya ketakutan terus. Dan sejenisnya. Kita lupa memaksimalkan fungsi fisiologisnya. Mendiskusikan mengenai kondisi psikologisnya, mendiskusikan mengenai bagaimana memperoleh kehamilan yang sehat fisik dan mental, melibatkan keluarga untuk mendukung kehamilannya, dan sejenisnya. Kita hanya ingat untuk memberi wejangan yang bejibun tentang, ibu hamil nggak boleh ini nggak boleh itu. Terlebih, kita lupa bahwa tubuh kita juga punya mekanisme penyembuhan diri yang tidak melulu harus pakai medikamentosa. Meski memang pada kasus tertentu, tatalaksana medikamentosa sangat diperlukan.
            Kita, utamanya mahasiswa bidan, seringkali lupa mempelajari lebih dalam mengenai fisiologis seorang wanita sesuai siklus kehidupannya. Kita hanya menghapal kasus patologinya saja dan merasa pintar pun bangga saat berhasil melakukan suatu tindakan kedokteran patologis. Pandai, mahir dalam tindakan kedokteran patologis itu tidak salah, bagus malah. Tapi jangan dijadikan standart seorang bidan. Kita berbeda. Bidan dan dokter memiliki peran masing-masing dan saling melengkapi.
            Ya intinya begitu deh, hehehe..
            Kalau kalian nggak setuju sama tulisanku, boleh banget kasi pandangan. Yang setuju juga boleh banget berpendapat.
            Semoga bermanfaat…

1 komentar: