![]() |
Janji Sarjana Kebidanan Sebelum Memasuki Pendidikan Profesi |
3 Agustus
2017, akhirnya diresmikan dapet gelar S.Keb (Sarjana Kebidanan)!
Menjadi bidan bukan perkara mudah.
Memutuskan untuk mencintai profesi ini, bagi saya butuh bertahun-tahun (sampai
sekarang masih berusaha). Jika sebagian besar mereka yang memilih profesi ini
atas dasar kehendak sendiri, berbeda dengan saya (dan beberapa teman yang
senasib, hehe). Tahun pertama sekolah kebidanan saya hampir mengikuti tes
SNMPTN lagi, saking enggak-suka-nya sekolah bidan. Tahun kedua, saya makin gak
suka, sampe curhat ke dosen. Dan di tahun itu saya tahu kenapa saya gak suka.
Eits, tapi rahasia, yaa…
Lulus sekolah D3 kebidanan, saya
minta izin ke orang tua untuk gak kerja jadi bidan. Tapi, dari sekian lamaran
yang saya layangkan ke beberapa instansi, panggilan pertama dari sebuah
Puskesmas di daerah kelahiran saya. Selang dua bulan dari wisuda, saya sudah
resmi bekerja di Puskesmas tersebut. Tapi dasar gak suka jadi bidan, maka saya
gak terlalu fokus di pelayanan. Saya malah enjoy di manajemen dan beberapa
program pemerintah.
Beberapa bulan bekerja, saya mulai
kerasan. Tiba-tiba orang tua menawarkan untuk lanjut sekolah di unair. Sebenarnya
ketika itu agak ragu, mengingat banyaknya pendaftar dan sedikitnya kuota.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, termasuk pertimbangan ‘mumpung orang tua
masih sanggup ngebiayain’, maka saya membulatkan tekad untuk lanjut. Waktu itu juga
terdorong karena pernah diremehkan sama salah seorang teman, dia mengatakan
dengan keyakinan penuh bahwa saya gak akan bisa diterima S1 Kebidanan unair
(jahat, kan? T.T).
Singkat cerita, Mei 2015 keluarlah
pengumuman bahwa saya diterima di S1 Pendidikan Bidan Unair. Ya, baru S1.
Sementara teman-teman seangkatan saya sudah kerja atau lagi lanjut sekolah
magister. Ternyata ada teman di unair juga yang punya perasaan sama seperti
saya. Kami, mahasiswa kesehatan seringkali dikepung perasaan ‘temen-temen udah
bisa cari duit sendiri eh aku masih aja sekolah’ atau ‘enaknya yang baru lulus
langsung dapet kerja sementara kita perlu magang atau internship dulu’. Ya
semacam itu, selain karena sekolahnya yang lama juga karena kebijakannya yang
cepat sekali berubah T.T
Momen wisuda yang sangat bersejarah
buat para mahasiswa datang juga. Hari Sabtu tanggal 9 September sebagian
angkatan saya diwisuda, ya hanya sebagian. Sebagian yang lain masih terkendala
skripsi atau syarat lainnya. Tapi, jangan dikira kami bahagia, justru kami
meringis karena lusa sudah terjun ke dunia profesi. Fase terberat dalam
pendidikan menjadi seorang tenaga kesehatan. Di fase ini kami benar-benar
diuji. Siapa yang bertekad bulat dan siapa yang sekolah hanya iseng saja. Di fase
ini, semuanya terasa lebih berat…
“Aku gak kuat.
Pengen keluar aja”
“Haduh, kelompokku kok gini sih, gak
kuaat!”
“Baru juga seminggu, kok rasanya
berat banget ya?”
“Masih sisa beberapa bulan, apa aku
sanggup ya?”
“Belum ada sebulan, hidupku sudah
kacau!”
Beberapa curhatan di atas sering
tercetus selama beberapa hari kami menjalani profesi. Baru beberapa hari! Padahal
masih ada ratusan hari, puluhan minggu, dan beberapa bulan ke depan. Ini masih
stase pertama, tempat pertama. Belum stase berat dan rumit seperti maternal
neonatal patologi dan ginekologi. Belum tempat yang punya segudang masalah
kompleks seperti RSUD Dr Soetomo. Semuanya sudah terasa amat berat!
Fase adaptasi itu memang yang paling
berat. Stase 1 ini rasanya memang seperti roller coaster yang penumpangnya
harus memakai penutup mata. Kita tidak pernah tahu rintangan apa yang ada di
depan kita, menanjak atau menukik? Kita tidak tahu. Kita hanya perlu menyiapkan
diri dan menghadapi rintangan apapun yang menghadang. Begitu juga hidup, kita
tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok, kita hanya perlu menyiapkan diri
dan hadapi saja apapun yang terjadi!
Ah ya, satu lagi. Kehidupan profesi
ini mengajarkan kami tentang arti move on sebenarnya. Dua-tiga minggu sekali
kami harus berpindah tempat. Bisa dibayangkan, dalam dua minggu pasti kami baru
saja mulai menikmati lingkungan baru atau baru saja melewati fase adaptasi atau
baru saja bisa akrab dengan para senior tapi kami harus rela mengulang lagi
proses adaptasi dari awal karena harus berpindah tempat. Maka, move on adalah
kemampuan yang wajib dikuasai oleh setiap mahasiswa profesi. Kalau enggak, bisa
jadi ketika sudah pindah tempat eh kenangan tentang mantan (baca: RS/Puskesmas
sebelumnya) masih berseliweran dan malah bikin nggak kerasan di tempat baru.
So, keep moving on!
Surabaya, 30 September 2017
Hari terakhir stase pertama rotasi
pertama
A Journey : S.Keb dan Stase Pertama Pendidikan Profesi Bidan