Sabtu, 13 Mei 2017

Tentang Corpus Callosum = Tentang Seni Komunikasi (?)


Mungkin kita tidak familiar dengan bahasa corpus callosum tapi sudah mengenal bahasa ‘otak tengah’. Yap, corpus callosum ini sering dibahasakan sebagai otak tengah karena dia berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara otak kanan dan kiri. Tentu sudah tidak asing disebutkan bahwa otak perempuan berkembang lebih baik dan lebih seimbang daripada laki-laki, bahkan ada mitos yang mengatakan bahwa laki-laki hanya menggunakan satu bagian otak saja. Tapi, apa benar faktanya demikian?


Seseorang dengan kelainan tidak memiliki sebagian atau seluruh corpus callosum memang akan memiliki hambatan dalam sosial (tidak peka terhadap isyarat sosial) dan komunikasi. Tapi, menurut saya, fakta itu tidak sekedar mengetahui apa yang ada di lapangan kemudian dihubungkan dengan teori. Fakta tentu lebih dari itu, harus diuji secara empiris. Ceilaaaah, gitu amat bahasanya.hehe

Minggu lalu saya mengikuti kelas perdana SENKAI (Sekolah Pranikah Kampus Ijo) dan salah satu narasumbernya yang notabene adalah dokter spesialis kedokteran jiwa menyebutkan bahwa corpus callosum laki-laki berkembang tidak lebih baik dari perempuan sehingga laki-laki tidak peka terhadap bahasa. Dalam beberapa kesempatan saya juga sering mendengar statement serupa. Lalu saya bertanya-tanya, apa benar demikian adanya?
 
Saya coba membaca kembali anatomi otak manusia dan browsing jurnal tentang perbedaan struktur otak terutama corpus callosum berdasarkan jenis kelamin. Awalnya saya berharap saya menemukan jurnal yang mendukung statement yang sering saya dengar, tapi semakin dicari saya semakin tidak menemukan. Ada, sih, jurnal tahun 1980. Tapi itu ‘kan udah jadul banget… Karenanya saya coba membaca jurnal yang lebih baru sekitar tahun 1997 sampai 2017.

And here is the result…

Beberapa penelitian yang dilakukan dengan meneliti mayat laki-laki dan perempuan, bayi laki-laki dan perempuan, atau orang dewasa laki-laki dan perempuan tidak menemukan perbedaan yang mencolok terkait perbedaan otak manusia berdasarkan jenis kelamin. Penelitian tahun 2001 justru membuktikan otak laki-laki lebih besar dibandingkan otak perempuan. Fakta ini berbanding terbalik dengan mitos yang sering kita dengar selama ini. Tentang ketebalan corpus callosum yang digadang-gadang bahwa corpus callosum laki-laki lebih sedikit sehingga membuat laki-laki ‘gak peka’ dan lebih banyak memproses informasi dengan satu bagian otak saja juga dibuktikan berdasarkan meta analisis (upaya untuk merangkum beberapa hasil penelitian) dari 14 penelitian. 14 penelitian yang melibatkan 377 laki-laki dan 442 perempuan menyimpulkan hasil bahwa perbedaan corpus callosum laki-laki dan perempuan adalah mitos.

Lalu, apakah yang mengatakan bahwa struktur otak laki-laki dan perempuan berbeda itu salah? Sepertinya tidak sepenuhnya salah karena ada lagi fakta tentang materi putih dan materi abu-abu di otak. Materi abu-abu di otak atau korteks berfungsi mengendalikan ingatan, perhatian, persepsi, pertimbangan, bahasa dan kesadaran. Sedangkan materi putih atau ganglia berkaitan dengan kecerdasaran, ingatan, kesadaran, dan pertimbangan. Nah, meski otak perempuan berdasar penelitian lebih kecil daripada otak laki-laki ternyata rasio materi abu-abu dan materi putih pada otak perempuan justru tidak seimbang yaitu lebih banyak materi abu-abu. Karenanya kemampuan bahasa perempuan lebih baik dibanding laki-laki dan laki-laki biasanya lebih logis dalam mempertimbangkan sesuatu. Eits, tapi eh tapi ternyata ada penelitian lain yang menggunakan teknologi neuroimaging (pemetaan otak) materi abu-abu pada otak pria 6,5 kali lebih banyak daripada otak perempuan dan tetap berakhir pada perbedaan perilaku seseorang berdasarkan jenis kelaminnya.

Sudah, ya. Ternyata pusing membuat tulisan tentang otak, pake riset kecil-kecilan segala.hehe Terlepas dari perilaku perempuan dan laki-laki apa benar dikarenakan perbedaan struktur otak atau tidak yang pasti perbedaan itu Allah hadirkan agar terjadi keseimbangan. Kalau semuanya pake perasaan saja tanpa logika ‘kan jadi baperan semua. Pun kalau semuanya cuma mengandalkan logika saja tanpa perasaan, mungkin tidak akan ada lagi toleransi di muka bumi ini.

Happy weekend, everyone!

0 komentar:

Posting Komentar