Kamis, 01 Juni 2017

Fenomena Snapchat-Instagram dan Plagiarisme

Pengguna Snapchat dan Instagram pasti tidak asing dengan fenomena yang belakangan membanjiri timeline sosial media. Eits, bukan fenomena yang dimulai sejak salah satu Gubernur di Indonesia slip the tongue itu yaa. Ini fenomena yang cukup serius tapi dibawa santai aja lah.hehehe 

Sejak beberapa bulan terakhir Instagram gencar mengupdate fitur-fiturnya. Mulai dari beberapa foto yang bisa diupload dalam sekali unggah, collection, instastory, dan yang paling baru adalah fitur edit video wajah jadi lucu-lucu yang menjadi ke-khas-an Snapchat. Itu artinya, lengkap sudah Instagram menduplikasi fitur-fitur Snapchat. Salah satu vlogger dan blogger Gita Savitri Devi juga mengungkapkan kekecewaannya atas fenomena ini dalam salah satu instastory-nya. Sebenarnya saya bukan pengguna Snapchat, jadi baru tahu tentang fenomena ini setelah menonton instastory si Gita itu

Tadi saya sempat scroll timeline Line saya dan menemukan berita heboh bahwa Snapchat mengalami kerugian miliaran dollar akibat ulah Instagram yang menirunya habis-habisan. Hmmm, apa ini plagiarisme? I dunno. Karena saya tidak tahu fitur-fitur di Snapchat apakah sama persis dengan tiruan yang dilakukan Instagram. Pasalnya Instagram melakukan update fitur-fitur itu karena fitur Instagram yang lama cenderung membuat pengguna cepat bosan. Likes yang sedikit membuat pengguna cepat-cepat ingin menghapus postingannya. Tapi gak usah niru punya tetangga juga kali, ya?

Bicara soal plagiarisme, pernah kepikir gak kalau plagiarisme ini sebenarnya banyak dilakukan pelajar-pelajar di Indonesia? Parahnya, plagiarisme ini sudah umum di kalangan mahasiswa. Fenomena copy-paste tugas-tugas kuliah sudah sangat umum terjadi. Comot sumber sana sini tanpa memperhatikan kesahihannya sudah jadi hal biasa. Lalu, setelah lulus si mahasiswa bergelar sarjana dan menjadi masyarakat kalangan intelek. Apa masih pantas disebut intelek jika kuliahnya dari hasil plagiat?

Oke oke, saya tahu tidak semua mahasiswa melakukan itu (semoga termasuk saya,hehehe). Tapi, berapa sih perbandingannya? Sepertinya cukup berat sebelah. Persoalan kuliah dan mahasiswa memang tidak ada habisnya diperbincangkan. Pun selalu ada celah untuk orang-orang curang memanipulasinya. Seminggu lalu, saat sibuk-sibuknya tes SBMPTN, ada sebuah postingan seorang mahasiswa UGM yang mengaku mendengar percakapan seorang joki ujian. Joki ujian ini banyak digunakan oleh mereka yang mampu bayar tapi tidak mampu tembus PT tertentu. Terlepas benar atau tidak, jika dari awal masuk saja sudah dilalui dengan jalan yang salah maka tidak heran ketika kuliah segala cara dilakukan demi mendapat nilai bagus. Bahkan cara plagiat.

Plagiarisme itu pembodohan. Ketika kita mendapat satu tugas dari dosen, tentu harapan si dosen dengan tugas itu kita jadi belajar. Membaca banyak referensi dan menarik benang merahnya lalu merangkumnya dalam tugas kita. Saya yakin tidak ada satu dosen pun yang ketika memberi tugas berharap mahasiswanya jadi bodoh. Tapi, ternyata kita sendiri yang membodohi diri kita dengan copy-paste bahan milik orang lain tanpa kita tahu sumbernya dengan jelas (kebanyakan hasil googling). Lalu kita edit sedikit biar rapih dan memberinya cover dengan mencantumkan nama kita sebagai penyusun atau penulis. Bukankah ini plagiarisme?

Bukan dalam tugas kuliah saja, bahkan ada yang meniru skripsi orang lain plek-plekan. Saya tidak pernah melihat langsung, sih. Cuma beberapa dosen seringkali menceritakan hal serupa. Dan naasnya, plagiarisme itu baru diketahui setelah sidang hasil. Beberapa juga diketahui sebelum melakukan penelitian. Saya sangat miris tiap mendengar cerita seperti itu. Ratusan lembar hasil keringat yang disusun dengan penuh perjuangan tiba-tiba ditiru orang lain plek-plekan. Sakitnya tuh di sini!

Pendidikan kita kalah jauh dengan negara-negara tetangga mungkin juga karena plagiarisme di kalangan pelajar. Padalah, orang-orang yang sekarang duduk di bangku kuliah ini nantinya akan menentukan masa depan Indonesia. Mereka akan duduk di kursi pemerintahan, menjadi pengajar, menjadi ibu, menjadi bapak, menjadi pengusaha, dan lain sebagainya. Jika plagiarisme sudah mendarah daging, mungkin nanti akan ada masa di mana bangsa kita akan krisis identitas. Terbiasa mencontek hasil kerja dan karya orang lain sampai lupa dengan ke-khas-an diri sendiri. Ayo kita perbaiki dari sekarang!
                
Stop plagiarisme!

0 komentar:

Posting Komentar