Selasa, 15 Agustus 2023

Mendekat ke Hati Lewat Komunikasi

 

Bicara soal perjuangan, kata orang, lima tahun pertama pernikahan adalah yang paling berat. Proses penyesuaian antara dua insan yang memiliki pengalaman dan latar belakang berbeda terkadang membuat penat. Tak jarang ketika terjadi perbedaan pendapat, istri memilih diam dan suami pun malas berdebat. Lalu yang tersisa hanyalah unek-unek yang semakin lama semakin berkarat.

Saya pun demikian, merasa bahwa ada yang tak beres dalam hubungan kami begitu memasuki tahun kelima pernikahan. Menyikapi perbedaan dengan suami tak lagi terasa ringan. Salah paham kerap kali menghiasi obrolan. Hingga akhirnya pada suatu kesempatan, saya sadar bahwa ada yang perlu dibenahi dalam pola komunikasi saya dan pasangan. Hanya saja, saya tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Beruntung, ketika itu saya sedang belajar di kelas Bunda Sayang. Salah satu jenjang perkuliahan di Ibu Profesional untuk ibu dan calon ibu yang ingin berkembang. Salah satu materinya adalah tentang komunikasi produktif, ada tantangan penerapan selama 14 hari agar pemahaman semakin matang.

Dan... beginilah cara saya berjuang.

Mengenali gaya komunikasi saya dan suami

Hal paling pertama yang saya lakukan adalah mengenali gaya komunikasi kami. Perbedaan pengalaman, pengasuhan, dan pengetahuan tentu akan memengaruhi gaya komunikasi. Ketika saya menyadari bahwa gaya komunikasi saya cenderung pasif, agaknya suami justru pasif agresif saat berinteraksi. Ketika saya lebih banyak menghindari konflik, ternyata suami seringkali memendam protes di dalam hati. Maka tak heran jika obrolan kami kerap hanya menggantung tak bertemu solusi.

Menyusun strategi dan memperbaiki diri

Setelah mengenali kawan bicara saya, selanjutnya adalah menyusun strategi. Strategi yang saya gunakan adalah memperbaiki diri, berpedoman pada sebuah quote dari Bu Septi.

For things to change, I must change first

Jika saya ingin mengubah sesuatu, maka saya perlu berubah lebih dulu. Perlahan-lahan, satu persatu, saya coba untuk mengubah cara saya dalam menyampaikan sesuatu. Sambil menyesuaikan dengan apa yang suami mau.

Dan inilah strategi yang menurut saya cukup jitu:

1. Choose the right time

Mencari waktu terbaik. Jika ada konflik, saya akan menunggu sampai suasana hati kami membaik. Lantas menyusun kalimat yang lugas dan apik. Menyampaikan ke pasangan pun dengan cara yang paling baik.

2. Clear and clarified 

Usai pesan tersampaikan, beri waktu untuk proses klarifikasi. Jangan menunda untuk menanyakan pemahaman pasangan dan meluruskan hal-hal yang mungkin salah dipahami.

3. Transfer of feeling

Berbicara dari hati ke hati, menyingkirkan semua distraksi. Gunakan bahasa tubuh agar lebih mudah dimengerti. Karena komunikasi bukan hanya soal komunikasi verbal, tapi juga gerak tubuh dan intonasi.

4. Eye contact

Mempertahankan kontak mata. Terkadang lisan terbatas dalam menyampaikan kata, tapi kontak mata yang lembut dan terbuka mungkin akan menguak apa yang sulit disampaikan dengan bicara.

5. I'm responsible for my communication results

Terakhir, menyadari bahwa saya adalah yang paling bertanggung jawab dengan hasil komunikasi. Bukan menyalahkan suami, apalagi situasi. Ketika pesan saya salah dipahami, mungkin ada cara atau diksi yang perlu diperbaiki.

Hingga hari ini, saya masih berjuang mencari cara terbaik dalam berinteraksi dengan suami. Karena ternyata, yang sulit itu bukan menebak apa maunya istri, tapi menjelejahi isi hati suami. Dan setelah menerapkan hal-hal saya sebutkan tadi, ada beberapa perubahan yang saya sadari. Salah satunya adalah saya bisa lebih terbuka dalam menyampaikan maksud hati, dan imbasnya suami memahami apa yang saya kehendaki.

Ada satu pesan dalam buku Ustadz Fauzil Adhim yang membuat saya semakin menyadari betapa pentingnya komunikasi dengan pasangan. Belakangan ini, gadget seolah menjadi hiburan terbaik usai bekerja seharian. Padahal, di dalam rumah ada anak dan istri yang bisa diajak mengobrol dan melempar candaan. Bercakap-cakap dengan pasangan tak hanya untuk membangun kedekatan, tapi juga ada pahala yang Allah limpahkan.


Referensi:

Adhim, Muhammad Fauzil. (2013). Segenggam Iman Anak Kita. Yogyakarta: Pro-U Media

Mantiri, Hamidah Rina. (2023). Komunikasi Produktif. Materi kuliah Bunda Sayang Batch 8

0 komentar:

Posting Komentar